Rabu, 29 September 2010

Kebudayaan Sumatera Barat

KEBUDAYAAN SUMATERA BARAT



Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati. Sebagian besar wilayahnya masih merupakan hutan tropis alami yang dilindungi. Berbagai spesies langka masih dapat dijumpai, misalnya Rafflesia arnoldi (bunga terbesar di dunia), harimau sumatera, siamang, tapir, rusa, beruang, dan berbagai jenis burung dan kupu-kupu.
Terdapat dua Taman Nasional di provinsi ini: Taman Nasional Siberut yang terdapat di pulau Siberut (Kabupaten Kepulauan Mentawai) dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Taman nasional terakhir ini wilayahnya membentang di empat provinsi: Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.
Selain kedua Taman Nasional tersebut terdapat juga beberapa cagar alam lainnya, yaitu Cagar Alam Rimbo Panti, Cagar Alam Lembah Anai, Cagar Alam Batang Palupuh, Cagar Alam Lembah Harau, Cagar Alam Beringin Sakti dan Taman Raya Bung Hatta.

Sumber daya alam

Sumatera Barat mempunyai sumber daya alam yaitu Batubara, batu besi, batu galena, timah hitam, seng, manganase, emas, batu kapur (semen), kelapa sawit, kakao, gambir, perikanan.

Suku bangsa

Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak dan suku Mandailing. Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di Sumatera Barat terutama di kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Tamil dan suku Nias dan di beberapa daerah transmigrasi (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur, dan lainnya) terdapat pula suku Jawa.

Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam keseharian yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan dan dialek Payakumbuh. Di daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara, dituturkan juga Bahasa Batak dan Bahasa Melayu dialek Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai digunakan Bahasa Mentawai.

Agama

Mayoritas penduduk Sumatera Barat beragama Islam. Selain itu ada juga yang beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai, serta Hindu dan Buddha.



Pariwisata

Di propinsi ini bisa kita temui hampir semua jenis objek wisata alam seperti laut, pantai, danau, gunung dan ngarai, selain objek wisata budaya. Objek-objek wisata yang dikunjungi para wisatawan diantaranya, Jembatan Akar di kecamatan Bayang; Rumah Gadang Mande Rubiah di nagari Lunang; Istana Kerajaan Inderapura di kecamatan Pancung Soal; Pulau Cingkuak dengan peninggalan Benteng Portugis dan Puncak Langkisau di kabupaten Pesisir Selatan, Danau Maninjau dan Puncak Lawang Embum Pagi di kabupaten Agam, Lembah Anai; Istano Pagaruyung, Danau Singkarak di kabupaten Tanah Datar, Danau Talang; Danau Diatas dan Danau Dibawah dikenal juga dengan sebutan Danau kembar di kabupaten Solok, Panorama Ngarai Sianok; Benteng Fort de Kock; Jam Gadang di kota Bukittinggi, Pantai Air Manis; Pantai Muaro; Pantai Caroline; Pulau Sikuai di kota Padang, Tempat wisata Harau di kabupaten Lima Puluh Kota, Tempat wisata Ngalau di kota Payakumbuh, Candi Padang; Prasasti Padang Roco di Kabupaten Dharmasraya, Pantai Kata; Pantai Gandoria di kota Pariaman, Pantai Arta; Malibo Anai di kabupaten Padang Pariaman.

Musik

Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, dan gandang tabuik.
Ada pula saluang jo dendang, yakni penyampaian dendang (cerita berlagu) yang diiringi saluang yang dikenal juga dengan nama sijobang.
Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau.
Industri musik di Sumatera Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatera Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.
Elly Kasim, Tiar Ramon dan Yan Juned adalah penyanyi daerah Sumatera Barat yang terkenal di era 1970-an hingga saat ini.

Tarian tradisional

Secara garis besar seni tari dari Sumatera Barat adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, diantaranya Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang dikenal dengan nama Randai.
Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya.


Rumah Adat

Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Dan tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.
Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.

Senjata Tradisional

Senjata tradisional Sumatera Barat adalah Keris. Keris biasanya dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, dan umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam setiap acara resmi ada terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan gelar, selain itu juga biasa dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majlis perkawinan yang masyarakat setempat menyebutnya baralek. Berbagai jenis senjata juga pernah digunakan seperti tombak, pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.